ASAL MULA NAGARI SECARA UMUM

Barito Nagari
By -
0
Penulis: Meizel Fm Bgd Nan Kuniang

Kalau kita berbicara tentang Nagari maka disini ada dua asumsi, yaitu Nagari secara Kultur Historis atau Sejarah dan Realitynya serta Nagari dalam Konteks Pemerintahan. Sebab sebuah Nagari secara umum itu hampir semua orang dan generasi tahu bahwa suatu Nagari mempunyai wilayah yang sudah tertentu dan masyarakat yang punya kekerabatan satu sama lain, dalam hal ini Penulis akan berbicara tentang Nagari lebih luas, sebab sebutan nama Nagari hanya ada di Sumbar atau Minang Kabau,maka oleh sebab itu kita disini akan berbicara tentang Sumbar dan Minang Kabau.
                                Bahwa Nagari secara umum adalah suatu wilayah kesatuan masyarakat yang tidak Multi Etnik dengan aturan – aturan khusus yang telah diwarisi turun temurun dan masyarakatnya hidup satu sama lain memiliki hubungan / ikatan Emosional yang kuat / punya kekerabatan.

Nagari itu dari dahulu kala hingga sekarang dengan wilayah yang punya batas yang jelas dan tidak bisa berubah, dan Nagari itu dahulu kala didirikan oleh cerdik pandai waktu itu yang orang – orang atau masyarakatnya dibilang masih sedikit, sebelum Nagari itu ada maka di suatu tempat itu yang disebut hutan tinggi dan hutan rendah, dimana hutan yang kering atau ketinggian atau perbukitan, yang dinamakan hutan tinggi akhirnya menjadi kebun atau perladangan, sedangkan hutan rendah yaitu tanah basah atau tanah kerendahan dijadikan persawahan.

Maka yang dimaksud hutan tinggi atau hutan rendah itu, ketika itu oleh sekelompok orang dicancang dan dilateh di taruko, setelah bersih dan dapat dimanfaatkan sebagian untuk tempat kediaman dan sebagian dijadikan tempat bertanam padi serta tanaman tua dan tanaman muda lainnya.

Ketika pada mulanya pemukiman itu terjadi setelah dicancang dan dilateh serta ditaruko, kawasan pemukiman baru itu dinamakan Guguak, dan di daerah baru itu tentu ada beberapa kelompok maka disebutlah beberapa kelompok baru itu baguguak – guguak kemudin dari waktu kewaktu perkembangan manusia yang berketurunan, dan keinginan selaku manusia hidup dan normal tidak terlepas ingin memperkembangkan serta ingin menambah apa yang sudah ada pada mereka.
Manusia yang bertambah jumlahnya, kebutuhan yang juga semakin bertambah, keinginan juga meningkat maka mereka yang berguguak mengembangkan daerahnya bertambah luas dan akhirnya menjadi beberapa guguak lalu disebut Taratak, kemudian seiring dengan perkembangan juga jumlah manusia, kebutuhan juga meningkat, keinginan juga semakin bertambah, dari Taratak yang sudah terbentuk lalu mereka satukan menjadi Koto – koto.

Koto-Koto yang sudah di bentuk maka menjadilah kelompok-kelompok yang lebih besar dengan wilayah yang semakin luas, baik persawahan atau perladangan yang mereka garap dan mereka perluas juga semakin banyak. Koto-koto juga semakin luas dan manusia semakin bertambah dari waktu ke waktu maka koto-koto mereka satukan pada akhirnya mereka namakan kampuang.

Setelah kampuang yang telah ada di namakan wilayah tanah garapan mereka seperti sawah cukup banyak / luas dan kebun atau perladangan juga sudah luas atau banyak, dan orang-orang yang hidup dan berdiam di kampuang iti sudah berganti generasi, dan sudah ada berbagai fungsi-fungsi tertentu dari orang-orang yang berperan dalam masyarakatnya, seperti sudah ada tuo kampuang atau orang yang berpengaruh lalu diangkat sebagai orang yang ditinggikan sarantiang dan di dahulukan salangkah dalam berbagai tingkatan dalam masyarakat waktu itu.

Tuo-tuo kampuang atau orang-orang yang punya pengaruh atau pimpinan kelompok yang berasal awalnya tadi dari guguak dan koto tersebut, seiring dengan perkembangan sosial masyarakat ketika itu, yang tentu juga mereka mengalami peningkatan kecerdasan karena konon karakter orang-orang yang kemudian bernama orang minangkabau itu adalah keturunan orang-orang cerdas dan meskipun ketika itu belum ada sekolah atau sarana pendidikan seperti sekarang ini, tapi jauh lebih pentng dari itu mereka belajar dari apa yang mereka kerjakan dan apa yang mereka lihat yang kemudian sesuai watak karakter serta tuntutan kebutuhan dan keinginan mereka berfikir, mengakali sehingga dapatlah buah fikiran baru dan ide untuk membuat yang belum ada artinya secara keseluruhan bagi mereka waktu itu “Alam Takambang Jadi Guru “.

Bertitik tolak dari Alam Takambang Jadi Guru itu yang muncul pemikiran-pemikiran serta ide-ide yang bersama baik untuk memenuhi kebutuhan hidup, maupun yang berhubungan dengan masalah-masalah yang timbul di tengah masyarakatnya dimana ketika itu masyarakat yang masih terbatas jumlahnya, belum begitu banyak tuntutan kehidupan, belum ada penyimpangan yang akibatnya sempat buruk, belum ada tuntutan kehidupan yang berlebihan. Seluruh masyarakat ketika itu hidup dalam keadaan berkecukupan dan tenang yang sehari-harinya adalah suka ria.

Dengan kepintaran serta kecerdasan ketika itu dan masyarakat yang belum sepadat sekarang, beberapa orang yang di tuakan tersebut tentu adalah orang-orang yang lebih baik dan lebih pintar dari yang lainnya, dan orang yang di tuakan itu sehari-harinya tentu lebih banyak mengurus kepentingan masyarakat dan mengatur masyarakat agar kehidupan masyarakatnya sehari-hari hidup dalam rukun dan damai serta tidak ada masalah yang tidak terselesaikan. Sesuai dengan kebutuhan hidup ketika itu, wilayah kampuang cukup luas, masyarakatnya cukup banyak dan telah melalui beberapa generasi, dan lapisan masyarakatnya sudah banyak macam, maka tentu dari para cerdik pandai atau tuo-tuo kampuang itu timbul keinginan dari kebutuhan yang sudah membutuhkan adanya aturan-aturan yang akan mengatur serta akan menjadi pedoman dalam kehidupan bermasyarakat pada kampuang tersebut. Maka tuo kampuang atau cerdik pandai waktu itu berdasarkan kesepakatan mereka bersama di cetuskanlah aturan-aturan apakah itu aturan suruhan atau aturan larangan dan juga karena kampuang itu cukup besar dan masyarakatnya cukup banyak yang sudah membutuhkan sarana atau tempat-tempat untuk mereka melakukan suatu kegiatan secara bersama-sama atau ramai-ramai, maka kampuang-kampuang itu yang di pimpin / di kepalai oleh tuo kampuang di buatlah sarana dan prasarana kepentingan / keperluan umum seperti tempat mandi bersama di buat pincuran di tempat air mengalir, sebuah tanah yang lapang di buatlah tempat orang berkumpul-kumpul atau bermain-main atau tempat orang bersenda gurau, kemudian di buat pula suatu tempat orang-orang bertemu untuk saling tukar menukar barang kebutuhan hidup sehari-harinya dari seseorang yang punya sesuatu di tukar kepada kepada orang yang punya sesuatu yang lain, dan orang yang tidak punya sesuatu itu yang akhirnya di sebut Balai, kemudian di sebut juga tempat orang banyak bisa berjalan secara tetap menuju suatu tempat yang dituju yang kemudian dinamakan jalan, jalan di buat menurut kebutuhan orang kampuang tersebut begitu juga banyaknya.

Kemudian kehidupan manusia, kebutuhan semakin hari kian berkembang juga, maka aturan-aturan yang di buat oleh cerdik pandai tadi di tingkatkan karena masyarakat kampuang itu yang sudah terdiri dari berbagai kelompok yang tadinya berasal dari bagian kelompok kecil, di buat lagi aturan-aturan yang lebih mendasar dan lebih terarah yang akhirnya kemudian di sebut aturan itu sebagai Adat. Ketika aturan itu yang salah lebih di sempurnakan, maka di butuhkan pada suatu tempat untuk melakukan suatu pertemuan oleh cerdik pandai atau tuo kampuang itu dalam membuat suatu aturan baru atau mengambil kesepakatan atau untuk mengambil suatu keputusan, maka tempat itu kemudian dinamakan Medan Nan Bapaneh, yaitu sebuah tempat untuk rapat atau musyawaroh dalam mengambil suatu kebijakan.

Maka kampuang itu yang penduduknya semakin banyak dan terdiri dari berbagai kelompok, lalu aturan yang di buat untuk mengatur masyarakatnya dinamakan Adat, lalu kalau adat sudah disusun maka bagian kelompok itu dinamakan Suku, dimana suku-suku itu sudah dipakai sejak moyang mereka di kampuang yang baru tersebut walau belum dijadikan bagian dari aturan kampuang tersebut.
Maka di kampuang yang baru itu yang sudah tersusun dan tertata sedemikian rupa, tepian indah, tanah lapang / gelombang orang ramai sudah, jalan sudah dibuat dan diatur, adat sudah dicetuskan Medan Nan Bapaneh tempat rapat juga sudah, suku juga sudah diatur, maka akhirnya bersepakatlah para tuo kampuang tadi atau cerdik pandai untuk menamakan kampuang itu sebuah Nagari.

Sebuah nagari dalam segala pendukungnya telah terbentuk yaitu, tepian gelombang orang ramai, jalan yang teratur, Medan Nan Bapaneh adat beserta sukunya. Itulah sebuah nagari yang menjadi cikal bakal atau nagari dimasa dahulu yang mana ketika itu nagari tersebut dipimpin oleh seorang pimpinan yang dinamai Kapalo Nagari dimana pimpinan itu dipilih dari kalangan cerdik pandai atau tuo-tuo kampuang tersebut.

Nagari yang dalam proses tersebut diatas adalah nagari yang merupakan pengembangan serta perluasan daerah / wilayah ketempat yang baru yang sama sekali tempat yang belum dihuni manusia atau masih berbentuk hutan belantara, terjadinya perpindahan sebagian orang ketika itu adalah disebabkan masih luasnya hutan yang belum dikuasai orang dan semakin bertambah banyaknya jumlah penduduk disekitar Nagari Tuo Pariangan, pengembangan itu berlangsung kearah barat dimana hutan arah barat tersebut dibabat dengan pedang panjang secara beramai-ramai, kemudian dinamai tempat baru itu Padang Panjang, ke timur juga beberapa rombongan membuka tempat baru, hingga dalam rentang waktu ratusan tahun atau puluhan generasi setelah dari priangan tersebut muncul nagari-nagari seperti Nagari Tabek, Limo Kaum, Tanjuang, Supayang, kemudian Pagaruyuang serta Minang Kabau dan kemudian Sungai Tarab.

Sumber:
NAGARI SUMANIAK DARI MASA KEMASA
http://iramayandi.blogspot.co.id/2009/01/nagari-sumaniak-dari-masa-kemasa.html

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)