Kamis, 14 Safar 1437 H / 26 November 2015 M
Penulis: Meizel Fm Bgd Nan Kuniang
Pemerintahan Nagari
berjalan berdasarkan UU No. 73 Tahun 1958, kemudian diganti dengan UU
No.5 Tahun 1979 dan sistem pemerintahan nagari dirobah menjadi
pemerintahan desa. Satu nagari dibagi menjadi beberapa pemerintahan
desa, tergantung kepada jumlah penduduk dan luas wilayah sebuah nagari
ada 2, 3, 4, 5 dan seterusnya dan dalam pelaksanaan kebijakannya
pemerintahan desa dibantu oleh LKMD selaku mitra kerjanya, tujuan utama
dibentuknya sistem pemerintahan desa adalah mempercepat proses
pembangunan sebab sebelumnya satu nagari satu pemerintahan berarti
memperoleh satu bantuan dari pemerintah diatas, sedangkan dengan system
beberapa desa dalam nagari itu maka akan mendapatkan bantuan pembangunan
sejumlah pemerintahan desa yang ada.
Dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan desa tidak mengenal kewenangan otonomi atau kebijakan
public semua kebijakan telah diatur dari atas menurut Hirarki structural
sehingga dengan demikian masyarakat tidak punya otoritas dalam
menentukan berbagai kebijakan kecuali hanya berbentuk formalitas untuk
memenuhi dan menutup adanya kesenjangan kebijakan, sehingga akibat
sistem pemerintahan desa tersebut otoritas kepemimpinan yang informal
sebagai masyarakat bernagari seperti 3 tungku sajarangan tidak bisa
berbuat banyak, karena berbagai kepentingan telah dijalankan oleh kepala
desa.
Perjalanan masa yang disebut sejak berlakunya UU No. 5 tahun 1979
adalah system pemerintahan paradok dari pemerintahan Nasional yang
disebut Orde Baru, dimana lahirnya pemerintahan Orde Baru dibawah
pimpinan presiden Soeharto adalah hasil kontradiksi dan kontrareaksi
dari pemerintahan yang disebut Orde Lama dibawah pimpinan presiden
Soekarno yang telah terkontaminasi dengan rezim komunis yang bermuara
dengan meletusnya G30SPKI 30 September 1965.
Perjalanan Orde Baru yang
di Sumatera Barat atau lebih tepatnya untuk nagari sumaniak pemerintahan
desa semula dibentuk 5 desa didukung Perda 13 / 83, yang berjalan
hampir 10 tahun, kemudian belajar dari sebab dan akibat yang berkembang
di nagari dari 5 pemerintahan desa direkrut menjadi 2 desa. 5 desa
tersebut, 4 desa nama suku dan satu Desa Limo yang juga Implementasi dari
5 jorong setelah adanya desa, yaitu pemerintah Nagari sebelumnya,
kemudian 2 desa rekrut tersebut adalah Desa Sumaniak dan Desa Limo,
perjalanan masa dari 2 desa tersebut ± 1 Tahun atau tiga kali periode
kepala desa.
Selama perjalanan pemerintahan desa tersebut di Nagari
Sumaniak telah banyak terjadi perobahan – perobahan yang sangat drastic
terutama sekali persatuan dan kesatuan anak Nagari, perubahan Paradigma
atau cara pandang, perubahan social budaya anak Nagari, perubahan
kultur dan histories yang disimpangkan, perobahan sosial Ekonomi,
perubahan nilai – nilai moril dan sikap kerjasama, serta perubahan dari
nilai – nilai norma masyarakat bernagari pada umumnya perubahan tersebut
berlangsung dalam kurun waktu panjang. Perilaku perubahan tersebut
bergerak maju bagai api dalam sekam, hingga bila berlanjut kemasa yang
sangat panjang maka kemungkinan yang akan terjadi adalah api dalam sekam
itu telah membara semua sedang dilihat dari jauh tumpukan sekam sepert
biasa saja maka kemungkinan yang akan terjadi tersebut adalah
terciptanya masyarakat sekulerisme serta perpecahan satu kesatuan anak
nagari yang semula adalah kesatuan masyarakat hukum adat.
Sistem
pemerintahan desa yang dijalankan oleh kepala desa tidak lagi
mengakomodir nilai – nilai adat budaya tradisi yang luhur dan telah
terwarisi secara turun temurun, masyarakat hidup semakin individual,
egois dan memaksakan kepentingan yang menguntungkan sepihak semata,
tidak peduli dengan sikap pandang memandang kurang punya sikap
penghargaan terhadap sesama sehingga tatanan hidup masyarakat Nagari
yang disebut Koto Nan Ampek sudah hampir tidak terpakai lagi, baso jo
basi dan pepatah Gulai Paku Kacang Balimbiang seperti tidak dikenal
lagi, fungsi-fungsi dan peranan keminang kabauan sudah tak peduli lagi,
nilai-nilai Adat Budaya sudah bergeser dan menjamurnya nilai-nilai
kebarat-baratan yang katanya moderen, nilai-nilai moral dan Agama serta
Budaya malu dan hormat sudah langka, cara-cara berpakaian serta sikap
tampil ditengah-tengah masyarakat bergaya cuek atau tidak peduli.
Semua
itu terjadi karena antara satu pribadi dengan pribadi lain dan antara
satu kepentingan dengan kepentingan lain atau suatu hubungan
kekeluargaan dan kekerabatan anak Nagari atau orang asli Nagari itu
tidak lagi didukung dan ditunjang oleh hukum formal atau informal, semua
bentuk hubungan horizontal anak Nagari seperti dibiar tumbuh,
berkembang, menjalankan tanpa diatur digiring dikontrol dan dibatas oleh
suatu kekuatan yang Abstrak.
Kehidupan di Nagari sudah sudah seperti
diperkotaan, dimana masyarakatnya terdiri dari Multi Etnik dan
macam-macam kepentingan. Masyarakat bernagari telah terkotak –kotak
keutuhan kesatuan hukum Adat tidak jalan, Autoritas kepemimpinan
informal atau tigo tungku sajarangan tidak berfungsi, nilai-nilai Adat
Budaya dan tradisin sudah melemah, hubungan kekerabatan dan ikatan
Emosional sudah merapuh, Budi pekerti sopan santun norma-norma
masyarakat Nagari telah memudar, hubungan horizontal antar manusia tidak
lagi memahami keseimbangan hak dan kewajiban. Kehidupan masyarakat
telah mengglobalisasi, kehidupan masyarakat Nagari diambang kepunahan
dari nilai-nilai kultur Nagari semua itu berlangsung satu generasi, bila
diawali dengan suatu kelahiran anak manusia maka proses sekularisasi
tatanan dan peradaban itu hingga usia dewasa dan mereka itulah yang
berperan dimasa sekarang.
Klimax
dari semua prosesi erosi sistem dan nilai-nilai peradaban itu tidak
saja dirasakan di level Nagari bahkan menasional sehingga klimax atau
meletusnya gejolak terpendam itu berujung dengan tuntutan reformasi
secara Nasional dan dilevel Daerah seperti Sumatera Barat atau Minang
Kabau menyikapi reformasi pemerintahan dengan kembali ke sistem
pemerintahan Nagari dan mengembalikan otoritas masyarakat dengan
memberikan dan menjalankan otonomi di daerah sampai ke tingkat Nagari. UU
No.22 / 99 mendukung otonomi daerah dengan kewenangan mengatur sistem
pemerintahan terendah dan propinsi Sumatera Barat menyikapi dengan Perda
No.9 / 2000 serta ditingkat kabupaten disikapi dengan Perda 17 / 2001
yaitu pelaksanaan pemerintahan Daerah Kabupatan dan Nagari bagian
pemerintahan terendah di Kabupaten.
Masa
transisi pemerintahan di Nagari Sumaniak dari pemerintahan Desa ke
pemerintahan Nagari, ternyata tidaklah semudah membalik telapak tangan,
sebagaimana telah di ceritakan diatas akibat-akibat yang ditimbulkan
serta ekses-ekses yang telah menjalar, mengembalikan sistem sebenarnya
mudah tinggal penyesuaian, tetapi mengembalikan Eksistensi, Komitmen
serta Paradigma dan pola sikap hidup kepada aturan dan sistem semata,
yang ternyata bertentangan dengan kemauan orang / manusianya ketika itu,
memang sakit bahkan mendapat tantangan serta perlawanan yang didasari
pemahaman sempat berbeda, dimana banyak anggapan perubahan itu bagi
mereka disuatu tempat berarti surut kembali atau menghidupkan kembali
paradigma lama yang sudah tidak sesuai dengan keinginan mereka yang
hidup dimasa sekarang.
Tantangan
dan perlawanan timbul karena mereka menganggap perobahan sistem itu
berakibat pengekangan dan pembatasan hak serta merugikan terhadap
kesempatan keadilan dan pemberdayaan sebagian masyarakat yang
diwakilinya. Kemudian dengan cara-cara yang arif serta bijaksana
tantangan dan perlawanan itu digiring sesuai dengan aturan-aturan yang
berlaku baik secara pemerintahan maupun secara informalitas Nagari
akhirnya pelan-pelan semua berjalan sesuai aturan mekanisme serta
rumusan kekeluargaan dan otoritas kadership Nagari. Penulis
adalah bagian dari masa transisi tersebut, dan menjalani semua proses
persiapan-persiapan dan semuanya itu penulis jalani sehubungan dengan
peranan serta fungsi penulis selaku parik paga Nagari dalam tatanan Adat
Nagari Sumaniak.
Dari semua proses peralihan tersebut ketika keputusan
dan kesepakatan kembali kepada pemerintahan Nagari dapat dijalankan
penulis terpilih selaku Pejabat Wali Nagari dilantik 9 Oktober 2001,
yang sekaligus menjadi tugas utama Pejabat Wali Nagari adalah
pembentukan BPRN pertama, kemudian bersama BPRN mempersiapkan
pelaksanaan pemilihan Wali Nagari Definitif pertama pasca Orde Baru.
BPRN Sumaniak pertama terbentuk dilantik 24 Juli Tahun 2002, kemudian
dibentuk panitia pemilihan dan pelantikan Wali Nagari yang akhirnya
penulis terpilih untuk menjadi Wali Nagari Definitif pertama di zaman
Reformasi yang dilantik oleh Bupati Tanah Datar 10 Agustus 2002 untuk
masa Bakti 5 Tahun.
Sumber:
NAGARI SUMANIAK DARI MASA KEMASA
http://iramayandi.blogspot.co.id/2009/01/nagari-sumaniak-dari-masa-kemasa.html
3/related/default
Posting Komentar
0Komentar