PERANTAU MINANG ARAB SAUDI BENTUK ORGANISASI MINANG SAIYO DI RIYADH

Barito Nagari
By -
0

 

Pembentukan Organisasi "Minang Saiyo" kota Riyadh, Arab Saudi pada Selasa, 21 Mei 2024

Riyadh, MataJurnalist.Com - Organisasi "Minang Saiyo" kota Riyadh, Arab Saudi sudah terbentuk pada Selasa, 21 Mei 2024 kemudian sehari setelah itu, pada Rabu (22/5/2024) keberadaannya Resmi terdaftar sebagai salah satu organisasi kemasyarakatan di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Riyadh, Arab Saudi.

Demikian informasi dari Dr. Erianto N, SH. MH. Atase Hukum KBRI Riyadh melalui rilisnya kepada redaksi pada Kamis (23/5/2024). Lebih lanjut Dr. Erianto, perantau Minang asal nagari Canduang Koto Laweh, Agam ini, menyampaikan"Setelah beberapa kali rapat, sejak tangal 8 Maret 2024, atas dasar semangat kebersamaan, saling tolong-menolong sesama saudara, maka akhirnya terbentuk juga organisasi Minang Saiyo pada hari Selasa 21 Mei 2024."

Atas dasar semangat kebersamaan, saling tolong-menolong sesama saudara, maka akhirnya terbentuk juga organisasi Minang Saiyo, kota Riyadh, Arab Saudi pada hari Selasa 21 Mei 2024."

Organisasi ini menghimpun berbagai lintas profesi, pendidikan, pekerjaan dengan keanggotaan didasarkan pada hubungan darah, kekeluargaan dan kekerabatan dengan Minangkabau. Terpilih sebagai ketua, Fariz Hermawan Lc, alumni Al-Azhar University, Cairo, yang sudah 7 tahun tinggal di Riyadh. Kemudian Okky Afrianto Lc, alumni Libiya yang sudah dua tahun menempuh megister di King Saud University dengan jumlah anggota sekitar 40 orang.

Sebagai penyemangat, dan berharap adanya silaturahmi yang kuat dan saling membantu sesama perantau Minangkabau di Arab Saudi khususnya sekitar kota Riyadh, maka beberapa pejabat KBRI Riyadh yang berdarah Minang dan bertalian keluarga dengan Minangkabau bersedia menjadi penasehat. Seperti Mahendra, pelaksana fungsi konsuler asli Parabek bukittinggi. Kemudian Endy Gafur, pelaksana fungsi politik. Ia adalah urang Sumando Koto Gadang dan Erianto selaku atase hukum, berasal dari Canduang.

 
Uni Fitri, salah seorang perantau Minang di Riyadh, mengungkapkan "ucapan berterima kepada para perantau yang sudah berupaya membangkitkan kembali tali silaturrahmi antara sesama perantau Minang dan semoga organisasi Minang Saiyo ini bisa menjadi tempat saling “baiyo-iyo” bermusyawarah untuk saling menolong, saling mengingatkan dan bersama-sama melakukan hal yang terbaik “saciok bak ayam sadanciang bak basi” untuk kepentingan bersama perantau dan kampung halaman." harapnya.

Uni Fitri, adalah salah seorang bundo kanduang yang dituakan di Minang Saiyo, sehari-hari ia berprofesi sebagai perawat sejak 30 tahun lalu di Arab Saudi 

Dr. Erianto N, SH. MH. Atase Hukum KBRI Riyadh

Sementara itu Erianto didampingi Mahendra dari KBRI Riyadh yang biasa menghadapi PMI korban ekploitasi fisik, psikis bahkan seksual di Arab Saudi sangat berharap hal ini tidak terjadi bagi dunsanak dari minangkabau. “Dikampung mungkin kita tidak kenal karena beda kabupaten / kota tapi disini kita bersaudara dan bila ada yang kena musibah maka yang pertama menolong itu adalah dunsanak kita disini bukan yang dikampung halaman” pada saat diskusi virtual bersama para perantau dengan berbagai profesi. 

Paguyuban "Minang Saiyo" ini adalah organisasi kedaerahan yang bergerak di bidang adat, seni, budaya, pendidikan dan kewirausahaan. 

"Ada pepatah minang berbunyi “Lauik sati, rantau batuah” (laut sakti rantau bertuah), yang mengandung pesan kepada perantau bahwa daerah rantau yang akan dituju pastilah berbeda dengan daerah asal, ada aturan yang mesti ditaati, pantangan yang tak boleh dilanggar dan keistimewaan yang mesti dihormati. Karena itulah perantau meski membekali diri dengan pengetahuan yang luas mengenai aturan hukum, aspek sosial, budaya bahkan adat istiadat yang berlaku di daerah itu tidak terkecuali di kota Riyadh Kerajaan Arab Saudi."

"Pepatah ini jugalah yang mendasari beberapa perantau minangkabau Sumatera Barat yang merantau ke belahan dunia Kota Riyadh untuk saling menjaga dan mengingatkan sesama. Arab Saudi meskipun negara mayoritas orang beragama Islam seperti Minangkabau, namun memiliki aturan hukum, kebudayaan, sosial dan adat istiadat yang berbeda sehingga perlu upaya menumbuhkan dan mengokohkan semangat kekeluargaan sesama perantau minangkabau." paparnya.

Kontributor: Erianto
Editor: F. Malin Parmato


Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)